Materi Bimtek 1 Tata Kelola SDM Nurmantoro


1. Sejarah Bawaslu

Lembaga pengawas Pemilu pertama kali dibentuk pada 1982 dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu). Tugas dan kewenangannya sangat terbatas. Anggota dan pimpinan Panwaslak mewakili pemerintah, peserta Pemilu, dan ABRI.

Sejak pertama dibentuk pada Pemilu 1982, lembaga pengawas Pemilu terus mengalami perkembangan. Perubahan tidak hanya terkait susunan organisasi lembaga pengawas, tetapi juga yang berkaitan dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban.

Pengawas Pemilu dirancang lebih mandiri dan kuat pada Pemilu 2009 dengan UU Nomor 22 tahun 2007. Bawaslu di tingkat pusat menjadi permanen dan anggota Bawaslu diharuskan berasal dari individu yang tidak berasal dari partai politik. Jaringan pengawasan yang diperluas dengan pembentukan Pengawas Lapangan di tingkat desa/ kelurahan. UU Nomor 22 tahun 2007 juga mengatur dibentuknya dewan kehormatan yang bersifat ad hoc untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan anggota Bawaslu.

Pada Pemilu 2014 Bawaslu Provinsi juga menjadi permanen. UU Nomor 15 tahun 2011 juga menjadikan tugas-tugas pengawasan lebih jelas. UU Nomor 15 tahun 2011 memberi peran Bawaslu untuk berperan penting dalam penyelesaian pelanggaran dan sengketa Pemilu. Dalam menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk membuat rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota diberi kesempatan untuk memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Bawaslu bahkan diberi kewenangan untuk memberikan peringatan lisan atau peringatan tertulis jika KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS atau Peserta Pemilu tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu.

Bawaslu juga diberi peran dalam penyelesaian sengketa Pemilu, yaitu sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggar Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Terhadap laporan atau temuan yang diterima, Bawaslu dapat berperan sebagai mediator diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat atau jika tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian kepada pihak yang bersengketa. Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu juga menjadi keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Selain penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, peyelesaian sengketa Pemilu, Undang-Undang juga mengatur proses penyelesaian sengketa tata usaha Pemilu di PTUN, pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam menyelesaikan tindak pidana pemilu, Bawaslu tidak hanya berwenang menerima laporan, tetapi juga membentuk tim penegakan hukum terpadu (Gakumdu) yang terdiri dari Bawaslu, Polri, dan dan Kejaksaan Agung.

Penataan model pengawasan dan penyelesaian sengketa serta pelanggaran Pemilu yang sudah dirancang dalam UU Nomor 8 tahun 2012 dilanjutkan UU nomor 7 tahun 2017. Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 Pengawas Pemilu di tingkat pusat (Bawaslu), Provinsi (Bawaslu Provinsi), dan Kabupaten/ Kota (Bawaslu Kabuaten/Kota) bersifat tetap. Organ pengawasan yang dimiliki Bawaslu juga sampai di tingkat paling bawah dengan adanya Pengawas TPS.

Seperti Pemilu 2014, pada Pemilu 2019 Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif Pemilu. Sedangankan Panwaslu Kecamatan diberi kewenangan menerima, memeriksa, mengkaji, dan membuat rekomendasi atas hasil kajiannya mengenai pelanggaran administratif Pemilu kepada pengawas Pemilu secara berjenjang. Salah satu ketentuan yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya, UU Nomor 7 tahun 2017 memberikan alternatif untuk putusan Bawaslu, yakni, (1) Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat dalam bentuk penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu; (2) perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (3)teguran tertulis, (3); (4) tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu; dan (5) sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.terhadap putusan Bawaslu di atas, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal putusan dibacakan. Undang-undang 7 tahun 2017 juga mengatur sanksi administratif berupa pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terhadap pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif. Keberatan terhadap sanksi tersebut masih diberikan upaya hukum ke Mahkamah Agung.

Jika Pemilu 2014 hanya memberi tugas Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa Pemilu yang sudah terjadi, pada Pemilu 2019 selain diberi tugas melakukan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu serta sengketa proses Pemilu, Bawaslu juga diberi tugas untuk melakukan pencegahan terjadinya sengketa Pemilu.

Secara umum tugas Bawaslu juga lebih luas di luar tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu. Bawaslu ditugaskan mencegah terjadinya praktik politik uang, menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP, dan menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu. Bawaslu juga bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan anggota Polri serta mengawasi pelaksanaan putusan-putusan (putusan DKPP, putusan Pengadilan yang terkait Pemilu, Putusan KPU/KPU Provinsi, KPU kabupaten/Kota, putusan Bawaslu/Bawaslu Provinsi/Bawaslu Kabupaten/Kota, dan keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota TNI, dan netralitas anggota Polri.

Dengan tugas dan kewenangan yang lebih tegas, sudah selayaknya diikuti dengan tuntutan efektiftas Bawaslu dalam menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibaan. UU 7 tahun 2017 juga membuat beban untuk menegakkan integritas bagi pengawas ad hoc menjadi tugas penting Bawaslu. Karena UU 7 tahun 2017 memberi kewenangan pada Bawaslu kabupate/kota untuk melakukan verifikasi aduan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa. Sedangkan verifikasi terhadap aduan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota menjadi kewenangan DKPP.

2. Syarat dan Jumlah Anggota Pengawas Pemilu/Pemilihan

a. Syarat

Keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, Pengawas Pemilihan Lapangan Panwas Kelurahan/ Desa, sampai Pengawas TPS berasal dari berbagai unsur yaitu akademisi, unsur profesional, dan/atau tokoh masyarakat yang memiliki integritas dan mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan serta memenuhi syarat, diantara syarat tersebut adalah warga negara Indonesia, setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, mempunyai integritas, berkepribadian yang kuat, jujur, dan adil, memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Pemilu, ketatanegaraan, kepartaian, dan pengawasan Pemilu, berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat, mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika, mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau di badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pada saat mendaftar sebagai calon, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, bersedia bekerja penuh waktu, dan tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.

b. Jumlah Anggota.

1) Anggota Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
2) Anggota Bawaslu Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tuju) orang;
3) Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) atau 3 (tiga) orang;
4) Anggota Panwas Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang;
5) PPL/ Panwas Kelurahan/ Desa, di setiap desa atau sebutan lain /kelurahan 1 (satu) orang; dan
6) Pengawas Tempat Pemungutan Suara terdiri dari 1 orang di setiap TPS

3. Pembentukan serta Tugas, Wewenang dan Kewajiban Panwas Kecamatan

Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh Bawaslu Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu Kabupaten/Kota.

Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan pemilihan dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan selesai.

4. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Panwas Kecamatan

Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan meliputi:

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kecamatan yang meliputi:

  • Pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
  • Pelaksanaan Kampanye;
  • Perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
  • Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
  • Penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
  • Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS;
  • Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan.

b. Mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten /Kota;

c. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan;

d. Menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;

e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;

f. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggara-an Pemilihan;

g. Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan

h. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:

  1. Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
  2. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Kecamatan;
  3. Menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya kepada Bawaslu Kabupaten/Kota;
  4. Menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di tingkat Kecamatan; dan
  5. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang- undangan

5. Sekretariat Panwas Kecamatan

Untuk mendukung Panwas Kecamatan dalam menjalankan tugas dan wewenang dibentuk Sekretariat Panwas Kecamatan. Sekretariat Panwas Kecamatan bertanggung jawab kepada Kepala Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Ketua Panwas Kecamatan.

Sekretariat Panwas Kecamatan dipimpin oleh Kepala Sekretariat. Sekretariat Panwas Kecamatan dan Kepala Sekretariat Panwas Kecamatan bersifat ad hoc.

Sekretariat Panwaslu Kecamatan mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada:

1) Panwas Kecamatan;
2) PPL/ Panwas Kelurahan/ Desa,; dan
3) Pengawas tempat pemungutan suara.

6. Rapat Pleno Panwas Kecamatan

Rapat Pleno Panwas Kecamatan adalah forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di Panwas Kecamatan untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang.
Rapat Pleno yang dilaksanakan Panwas Kecamatan terdiri atas:

1) Rapat Pleno tertutup; dan
2) Rapat Pleno terbuka.

Tata cara pelaksanaan Rapat Pleno Panwas Kecamatan adalah sebagai berikut; 

1) Rapat Pleno diselenggarakan atas usulan Ketua dan Anggota Panwas Kecamatan.
2) Rapat Pleno dilaksanakan melalui musyawarah untuk mufakat.
3) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan Rapat Pleno diambil melalui suara terbanyak.
4) Dalam Rapat Pleno Panwas Kecamatan setiap anggota memiliki 1 (satu) suara.

Rapat Pleno Panwas Kecamatan diselenggarakan untuk mengambil keputusan mengenai;
1) pemilihan ketua Panwas Kecamatan
2) penetapan rencana kegiatan penyelenggaraan pengawasan Pemilu;
3) tindak lanjut temuan dan/atau laporan pelanggaran dan penyelesaian sengketa;
4) pengusulan calon Kordinator Sekretariat;
5) pengesahan laporan per tahapan dan laporan akhir pengawasan penyelenggaraan Pemilu;
6) pengangkatan dan pemberhentian Anggota Panwas Kelurahan/Desa dengan memperhatikan masukan Bawaslu Kabupaten/Kota; atau
7) kebijakan yang bersifat strategis sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

Teknis pelaksanaan Rapat Pleno Panwas Kecamatan adalah sebagai berikut;

1) Undangan dan agenda Rapat Pleno Panwas Kecamatan disampaikan secara tertulis paling lama 1 (satu) hari sebelum Rapat Pleno dilaksanakan.
2) Rapat Pleno dipimpin oleh Ketua Panwas Kecamatan.
3) Apabila ketua berhalangan, Rapat Pleno dipimpin oleh Anggota Panwas Kecamatan yang tertua usianya.
4) Kordinator Sekretariat Panwas Kecamatan memberikan dukungan teknis dan administratif dalam Rapat Pleno.
5) Dalam hal keadaan memaksa, ketentuan tentang penyampaian undangan dan agenda rapat pleno dapat disampaikan dengan cara lain
6) Rapat Pleno dapat dilakukan melalui media telekomunikasi yang disepakati dengan ketentuan sebagai berikut:
a) perlu dikeluarkan keputusan yang bersifat segera dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam; dan
b) jumlah anggota yang hadir tidak memenuhi syarat jika Rapat Pleno dilakukan dalam pertemuan langsung.
c) Keputusan Rapat Pleno direkam dan disusun dalam bentuk notulensi serta dibuatkan berita acara Rapat Pleno oleh sekretaris Rapat Pleno.
d) Berita acara Rapat Pleno ditetapkan dalam keputusan dan ditandatangani oleh ketua.

Dukungan Sekretariat dalam Rapat Pleno

1) Kordinator Sekretariat Panwas Kecamatan memberikan dukungan teknis dan administratif dalam Rapat Pleno.
2) Rapat Pleno didukung oleh seorang sekretaris Rapat Pleno yang ditunjuk oleh Ketua Panwas Kecamatan melalui Koordinator Sekretariat Panwas Kecamatan.
3) Sekretaris Rapat Pleno bertugas mencatat dan menyusun notulensi dan berita acara Rapat Pleno.
4) Berita acara Rapat Pleno ditandatangani oleh ketua dan anggota.
5) Berita acara Rapat Pleno ditetapkan dalam keputusan dan ditandatangani oleh ketua

Post a Comment

0 Comments